PENERAPAN ERGONOMI DALAM PEMBELAJARAN
Makalah
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Ergonomi yang diampu
oleh Teddy Ageng Maulana, S.Sn.
oleh
Elsa Nurmala Sari Manalu
(312130032)
PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR
STISI TELKOM BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang maha Kuasa, karena atas
rahmat-Nya maka makalah ini dapat selesai dengan baik.
Makalah ini dibuat untuk lebih mengetahui tentang matakuliah
Ergonomi yang merupakan salah satu matakuliah dalan Desain Interior. Pentingnya
Ergonomi terutama dalam pembelajaran di sekolah maupun di perguruan tinggi.
Melihat dari cara belajar siswa dan mahasiswa, Ergonomi penting untuk diketahui
lebih banyak lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi pengetahuan
untuk Desain Interior secara khusus. Saran dan kritik penulis butuhkan dalam
melengkapi makalah ini.
Bandung, 15 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
|
i
|
DAFTAR
ISI
|
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
|
|
A. Latar Belakang
|
1
|
B. Rumusan Masalah
|
2
|
C. Tujuan Penulisan
|
2
|
D. Manfaat Penulisan
|
2
|
BAB II
PEMBAHASAN
|
|
A. Pembelajaran Berbasis Ergonomi
|
3
|
B. Kaidah Ergonomi dalam Mendesain
Meja dan Kursi Belajar
|
|
C. Kaidah Ergonomi dalam Penempatan
Papan Tulis, Layar OHP atau Layar LCD
|
|
D. Penerangan Ruangan
|
|
E. Kaidah ergonomi dalam merancang slide power point
dalam pembelajaran
|
|
F. Ergonomi Diperlakukan di dalam
Pembelajaran
|
|
G. Upaya-upaya yang Efektif dan
Efisien untuk Mengatasi Masalah Pembelajaran
yang Tidak Ergonomis
|
|
BAB III
PENUTUP
|
|
Simpulan
|
|
Saran
|
|
Daftar
Pustaka
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan
seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dan lingkungan pada kemampuan,
kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan
yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang
setinggi-tingginya (Manuaba, 2003d).
Memperhatikan hal tersebut di atas
maka pembelajaran juga merupakan suatu aktivitas kerja yang perlu dikelola
dengan pendekatan ergonomi. Pembelajaran dengan pendekatan ergonomi dapat
menyeimbangkan antara tuntutan tugas (beban kerja) dan kapasitas (kemampuan,
kebolehan dan keterbatasan) pebelajar sehingga mereka dapat belajar secara
efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien serta tercapai prestasi yang
setinggi-tingginya.
Kombinasi antara tugas (task),
organisasi (organization) dan lingkungan (environment) merupakan
kondisi kerja yang harus diterima dalam proses belajar mengajar. Bila
kombinasi antara tugas, organisasi dan lingkungan tersebut belum
ergonomis maka dapat menimbulkan gangguan pada diri pebelajar sehingga kondisi
belajar menjadi tidak sehat, tidak aman, tidak nyaman dan tidak efektif.
Kapasitas pebelajar dalam menerima tugas dan lingkungan belajar yang tidak
ergonomis berbeda-beda tergantung pada kemampuan, kebolehan dan keterbatasan
masing-masing. Tubuh akan berusaha melakukan adaptasi terhadap perubahan
tersebut. Bila tubuh tidak mampu beradaptasi maka akan menimbulkan gangguan
kualitas kesehatan, seperti keluhan muskuloskeletal meningkat, kelelahan
meningkat dan kebosanan meningkat. Penurunan kualitas kesehatan
akan berpengaruh terhadap luaran proses belajar.
Untuk menganalisis keserasian antara
tugas (task), organisasi (organization) dan lingkungan (environment)
dalam proses pembelajaran dapat digunakan delapan aspek ergonomi yaitu
status gizi mahasiswa, sikap kerja, penggunaan tenaga otot, kondisi lingkungan,
kondisi waktu, kondisi informasi, kondisi sosial budaya, dan kondisi
manusia-mesin. Bila kombinasi antara tugas (task), organisasi (organization)
dan lingkungan (environment) dalam proses pembelajaran sudah serasi maka
akan membuat seseorang merasa nyaman dalam melakukan aktivitas di ruang belajar
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang
tersebut di atas, dapat dibuat rumusan masalahnya sebagai berikut.
1. Mengapa ergonomi diperlukan dalam
proses pembelajaran?
2. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk
mengatasi masalah pembelajaran yang tidak ergonomis secara efektif dan efisien?
3. Apa kendala-kendala yang mungkin
akan dihadapi dalam upaya mengatasi masalah ruang belajar yang tidak ergonomis?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai pada
penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengkaji masalah pembelajaran
ditinjau dari sudut pandang ergonomi.
2. Untuk mencari alternatif dan solusi
yang tepat dalam menanggulangi masalah pembelajaran yang tidak ergonomis secara
efektif dan efisien.
3. Untuk mengetahui kendala-kendala
yang mungkin akan dihadapi dalam upaya untuk mengatasi masalah ruang belajar
yang tidak ergonomis.
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari
penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat dimanfaatkan sebagai sumber
informasi tentang pembelajaran berbasis ergonomis.
2. Dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam
mendesain ruang belajar yang ergonomis.
3. Dapat dimanfaatkan sebagai sumber
bacaan menyangkut tentang syarat-syarat ergonomi yang diterapkan dalam proses
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Berbasis Ergonomi
Selama ini pembelajaran yang
dilaksanakan oleh pengajar belum menerapkan kaidah-kaidah ergonomi. Penggunaan
pembelajaran supaya lebih diminati maka harus dikombinasikan dengan prinsip:
1. PAKEM (partisipasi, aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan)
2. ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat
dan efisien
3. I2M3 (inspiratif, inovatif,
menantang, menyenangkan, dan memotivasi).
Pembelajaran akan menjadi
pembelajaran PAKEM, ENASE, dan I2M3 (Direktorat Pembinaan
TK&SD, 2009), bila dikaitkan dengan kaidah-kaidah ergonomi.
Ergonomi
adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dan
lingkungan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh
kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga
tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2003d). Ergonomi
sangat diperlukan di dalam suatu kegiatan yang melibatkan manusia di dalamnya
dengan memperhitungkan kemampuan dan tuntutan tugas. Dengan ergonomi dapat ditekan
dampak negatif pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dengan
ergonomi berbagai penyakit akibat kerja, kecelakaan, pencemaran, keracunan,
ketidak-puasan kerja, kesalahan unsur manusia, bisa dihindari atau ditekan
sekecil-kecilnya (Manuaba, 2003b).
Agar keluhan otot, kelelahan dan
kebosanan dapat diminimalkan maka tugas (task), organisasi (organization)
dan lingkungan (environment) perlu diserasikan dengan kemampuan,
kebolehan dan keterbatasan mahasiswa sehingga terwujud pembelajaran lebih manusiawi.
Sehingga perlu dipertimbangkan delapan aspek ergonomi sebagai dasar
perbaikan model pembelajaran seperti faktor energi atau status gizi, sikap
kerja, penggunaan tenaga otot secara maksimal dan efisien, kondisi lingkungan,
kondisi waktu, kondisi informasi, kondisi sosial budaya dan interaksi
manusia–mesin (Manuaba, 2003b). Analisis terhadap delapan aspek ergonomi
diharapkan kondisi kerja pada saat pembelajaran dapat diterima oleh
mahasiswa.
B. Kaidah Ergonomi dalam Mendesain Meja
dan Kursi Belajar
Agar meja belajar nyaman
dipakai pada waktu belajar, maka ukuran-ukurannya harus disesuaikan dengan
antropometrik orang yang akan memakainya. Bila meja belajar terlalu
tinggi maka bahu akan lebih sering terangkat pada saat menulis atau meletakkan
tangan di atas meja dan bila terlalu rendah maka sikap tubuh akan membungkuk
pada saat menulis. Sikap tubuh yang seperti itu dapat mengakibatkan sakit pada
otot-otot pinggang atau punggung dan sakit pada otot-otot leher dan bahu.
Secara fisiologis rasa sakit tersebut muncul sebagai akibat dari akumulasi
kelelahan yang diakibatkan oleh penumpukan asam laktat pada otot-otot tersebut.
Ini bisa terjadi karena pada sikap paksa didominasi oleh kontraksi otot statis
dengan respirasi yang bersifat anaerobik. Untuk mengatasi masalah tersebut
perlu dipilih meja belajar yang sesuai dengan si pemakainya. Grandjean (2000)
menganjurkan agar tinggi meja untuk menulis dan membaca dalam posisi duduk
adalah antara 74–78 cm untuk laki-laki dan antara 70–74 cm untuk wanita.
Sedangkan Dul & Weerdmeester (1993) menyatakan bahwa untuk kegiatan
yang sering menggunakan mata, tangan dan lengan sebaiknya bidang kerja berada
pada 0 – 15 cm di atas tinggi siku.
Agar tempat duduk nyaman dipakai
pada waktu belajar, maka ukuran-ukurannya harus disesuaikan dengan antropometri
orang yang akan memakainya. Dalam hal ini diperlukan pembakuan terhadap
ukuran-ukuran tubuh/ antropometri oprang-orang Indonesia pada umumnya atau
orang-orang Bali pada khususnya, sehingga dalam mendesain tempat duduk dapat
mengacu kepada ukuran-ukuran tersebut. Seandainya ukuran-ukuran baku tersebut
belum ada, dapat dilakukan pengukuran terhadap antropometri siswa atau
mahasiswa yang akan menggunakan tempat duduk tersebut. Tetapi jika data
antropometri siswa atau pemakai tersebut tidak ada, maka dapat digunakan
persyaratan tempat duduk sebagai berikut (Nala, 1994).
1. Tinggi alas duduk dari lantai 38 –
54 cm (setinggi telapak kaki sampai belakang lutut atau popliteal).
2. Alas duduk hendaknya agak miring ke
belakang (14o – 24o dari bidang horizontal atau dari
lantai).
3. Kemiringan ini diperlukan, agar
tubuh tidak melorot ke depan pada saat duduk.
4. Ujung tepi depan alas duduk dibuat
agak bulat untuk untuk menghindari tekanan pada bagian bawah paha. Ujung bagian
depan ini dapat ditinggikan 4o – 6o dari alas duduk.
5. Luas alas duduk sebaiknya
disesuaikan dengan ukuran pantat yaitu: 40 – 45 cm melintang
dan 38 – 42 cm membujur.
6. Sandaran pinggang dan punggung
hendaknya agak miring ke belakang dengan sudut 105o – 110o
terhadap alas duduk. Bentuk sandaran pinggang dan punggung sebaiknya
disesuaikan dengan lengkung vertebrae pada tubuh manusia. Sandaran
tersebut akan menopang punggung dan pinggang dengan baik bila ukuran tingginya
48 – 50 cm dari alas duduk dan lebarnya 32 – 36 cm.
C.
Kaidah
Ergonomi dalam Penempatan Papan Tulis, Layar OHP atau Layar LCD.
Papan tulis yang digunakan sebagai
sarana belajar, kadang-kadang ditempatkan pada tempat yang tidak mengacu kepada
kaidah-kaidah ergonomi, sehingga dapat memunculkan gangguan fisiologis berupa
rasa sakit atau lelah pada otot-otot mata dan otot-otot leher pebelajar saat
membaca tulisan atau pesan yang dibuat di papan tulis tersebut. Untuk mengatasi
masalah tersebut perlu diketahui kaidah-kaidah ergonomi yang dapat digunakan sebagai
acuan di dalam penempatan papan tulis. Grandjean (2000) menganjurkan agar
rotasi mata saat melihat suatu objek, tidak lebih dari 5o di atas
bidang horizontal dan 30o di bawah bidang horizontal. Itu
berarti penempatan papan tulis hendaknya memperhitungkan pebelajar yang duduk
paling depan dan paling belakang, sehingga rotasi mata mereka tetap berada pada
rentangan tersebut di atas. Untuk itu tinggi papan tulis harus mengacu kepada
tinggi mata siswa atau pebelajar dalam posisi duduk. Persyaratan lainnya adalah:
1. bahannya tidak mengkilat
2. warna terang
3. lebarnya disesuaikan dengan
orientasi maksimum mata pada sudut 5o di atas bidang
horizontal dan 30o di bawah bidang horizontal dan jarak antara papan
tulis dengan tempat duduk pebelajar di tengah-tengah pada baris paling belakang
D.
Penerangan
Ruangan
Kaidah Ergonomi dalam Mendesain
Pencahayaan (Lighting) sangat penting, agar pekerjaan dapat
dilakukan dengan benar dan dalam situasi nyaman. Selain itu pada saat melakukan
aktivitas dapat melihat objek dengan jelas dan cepat, sehingga tidak melelahkan
otot-otot mata. Prinsip pencahayaan yang baik adalah sebagai berikut (Manuaba,
1992).
1. Jumlah atau intensitas
pencahayaan yang diperlukan hendaknya disesuaikan dengan jenis pekerjaan, tajam
lihat seseorang dan lingkungannya.
2. Diupayakan agar mendapatkan
penampilan penglihatan sebesar 100%.
3. Di dalam merencanakan pencahayaan,
di samping efisiensi penglihatan, faktor keamanan, kenyamanan dan keselamatan
perlu diperhitungkan.
4. Intensitas
pencahayaan yang baik adalah minimal 200 lux,
atau disesuaikan dengan jenis aktivitas di tempat tersebut.
5. Pencahayaan harus diutamakan pada
pekerjaan pokok, kemudian pada latar belakangnya dan terakhir pada
lingkungannya (dinding, atap, lantai dan lain-lain).
Untuk kegiatan belajar (membaca dan
menulis) diperlukan intensitas pencahayaan sebesar 350 – 700 lux (Grandjean,
2000).
Intensitas pencahayaan di kelas
perlu diperbaiki, tetapi lampu sebagai cahaya buatan hanya boleh dihidupkan
jika kondisi ruangan gelap.
E. Kaidah ergonomi dalam
merancang slide power point dalam pembelajaran
Beberapa kaidah ergonomi dalam
merancang slide power point dalam pembelajaran. Dalam merancang
presentasi dengan menggunakan slide power point, ada beberapa
kaidah estetika dan ergonomis yang perlu diperhatikan di antaranya
seperti:
1. Tata cara pembuatan judul slide power
point yaitu sebagai berikut:
a. judul slide power point ringkas, dan
tata letaknya pas
b. jumlah kata 2-5 dan buat sub judul
dibawahnya jika terlalu panjang,
c. besar huruf 20-28 font ( untuk memilih
antara 20-28 font disesuaikan atau tergantung pada jenis hurufnya)
2. Tata cara pembuatan isi slide power
point yaitu sebagai berikut
a. Isi slide sederhana, bahan tidak
seluruhnya dituangkan dalam slide. Satu halaman presentasi hanya mengandung
satu jenis informasi atau idea dan isi slide tidak bermakna ganda, sehingga
dapat membingungkan mahasiswa. Pesan disajikan melalui gagasan yang unik dan
tidak klise (tidak sering digunakan), agar media pembelajaran yang dibuat tampil
segar dan menarik perhatian, serta susunlah materi yang hendak disampaikan
secara sistematik (runut), agar alur pesan dapat dicerna secara lancar. Bila
menggunakan singkatan, gunakanlah yang popular
b. Dalam satu baris gunakan 3-5 kata
dan jumlah baris kalimat tidak lebih dari 9 baris, maksudnya agar tidak
terkesan ruet atau tidak mengakibatkan keengganan mahasiswa untuk membaca
tulisan tersebut
c. Konsisten dalam menggunakan ukuran
huruf dalam satu halaman slide, ukuran hurufnya adalah 18-24 font (
untuk memilih antara 18-24 font disesuaikan atau tergantung pada jenis
hurufnya)
d. Konsisten dalam pengaturan warna,
bila menggunakan huruf hitam maka warna dasarnya putih dan bila menggunakan
huruf putih maka warna dasarnya biru tua. Penggunaan huruf yang terlalu
banyak warna warni akan dapat menimbulkan kelelahan mata mahasiswa
(Adri, 2008; Hartati, 2009; Pardede, 2008; Said, 2009).
F.
Ergonomi
Diperlakukan di dalam Pembelajaran
Ruang belajar yang ergonomis
tentunya akan membuat seseorang merasa nyaman di dalam melakukan aktivitasnya
di ruang tersebut. Ergonomi sesuai dengan mottonya “sehat, aman, nyaman,
selamat, efektif dan efisien” mengupayakan agar ruang belajar betul-betul dalam
kondisi yang mengakibatkan orang yang beraktivitas di ruangan tersebut, energinya
hanya digunakan untuk belajar bukan untuk mengatasi kondisi ruangan yang tidak
nyaman. Dengan demikian berarti ergonomi memang sangat diperlukan di dalam
mendesain ruang belajar. Sikap kerja siswa/ mahasiswa pada saat proses
pembelajaran hendaknya dalam posisi fisiologis dan tidak menimbulkan sikap
paksa (Grandjean, 2000). Sikap alamiah dapat mencegah kontraksi otot dan
peregangan tendo berlebihan. Antisipasi terhadap perubahan sikap tubuh pada
saat pembelajaran adalah
1. Ukuran alat kerja dan stasiun kerja
disesuaikan dengan antropometri siswa/ mahasiswa, sehingga dapat mengurangi
keluhan musculoskeletal
2. Mencegah otot berkontraksi dalam
waktu lama sehingga perlu istirahat aktif, karena istirahat aktif dapat
mempercepat waktu pemulihan (Nala, 2002).
Sehingga dengan demikian maka dalam
mendesain ruang belajar perlu disesuaikan antara antropometri orang yang akan
belajar di tempat tersebut dengan meja dan kursi yang akan digunakan. Tinggi
meja hendaknya disesuaikan dengan tinggi siku orang yang akan menggunakannya,
sedangkan tinggi tempat duduk hendaknya disesuaikan dengan tinggi poplitea-nya.
Seandainya banyak orang yang menggunakan meja dan tempat duduk tersebut, maka
ukuran antropometri mereka ditetapkan berdasarkan persentil (dalam hal ini
digunakan persentil 5). Kedalaman kursi mengacu kepada panjang buttock
poplitea pemakai, juga menggunakan persentil 5. Lebar kursi mengacu kepada
lebar buttock dengan menggunakan persentil 95. Tinggi sandaran mengacu kepada
tinggi bahu yang diukur dari bidang yang diduduki dengan menggunakan persentil
5. Sedangkan lebar sandaran mengacu kepada lebar bahu, dengan menggunakan
persentil 95. Dengan mengikuti kaidah-kaidah tersebut diharapkan tidak ada
lekuk-lekuk tubuh yang tertekan atau tidak terjadi sikap tubuh yang tidak alamiah.
Penempatan papan tulis di ruang kuliah atau ruang belajar di sekolah-sekolah
belum mengacu kepada kaidah-kaidah ergonomi, padahal penempatan papan tulis
yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan siswa atau mahasiswa yang belajar
di tempat tersebut. Dalam hal ini penempatan papan tulis yang salah dapat
mengganggu akomodasi mata saat membaca informasi yang tertera di papan tulis
tersebut atau sering menimbulkan sikap tubuh yang tidak alamiah terutama
pada leher yang tentunya dapat menimbulkan gangguan otot pada organ tersebut.
Terkait dengan masalah tersebut maka dalam mendesain ruang belajar khususnya
dalam menempatkan papan tulis hendaknya mengacu kepada tinggi mata siswa/
mahasiswa dalam posisi duduk. Dengan demikian informasi di papan tulis tidak lebih
dari 50 di atas horizontal plane dan 300 di bawah horizontal
plane. Sikap kerja yang bertentangan dengan sikap alami tubuh, akan
menimbulkan kelelahan dan cedera otot-otot. Dalam sikap yang tidak alamiah
tersebut akan banyak terjadi gerakan otot yang tidak fisiologis sehingga
boros energi. Hal itu akan menimbulkan strain dan cedera otot-otot
skeletal (Adiputra, 2008).
Permasalahan yang berkaitan dengan
penggunaan otot pada proses pembelajaran masih bersifat statis, karena
proses tersebut bersifat teacher centered sehingga pembelajaran
didominasi oleh pengajar. Pada proses pembelajaran sebagian besar pengajar
masih menggunakan metode ceramah. Siswa/ mahasiswa duduk statis dalam
jangka waktu lama, aktivitas bersifat monoton dan tidak disertai dengan
istirahat aktif. Setiap otot memanjang atau memendek akan
membutuhkan energi, energi berasal dari simpanan energi dalam tubuh. Simpanan
energi tersebut berasal dari makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya.
Manusia bekerja dengan tugas berat akan membutuhkan energi lebih besar
dibandingkan dengan bekerja dengan tugas ringan (Adiputra, 2008). Selama
kontraksi otot diperlukan tersedianya ATP secara kontinyu. Ketersediaan
energi tergantung pada ketersediaan oksigen dan nutrisi yang dihantarkan oleh
sistem sirkulasi. Kontraksi otot statis (isometrik) dalam waktu relatif
lama menyebabkan sirkulasi darah tidak optimal, sehingga mengurangi
asupan oksigen dan zat makanan. Dengan demikian asupan energi berkurang
sehingga mempercepat timbulnya kelelahan. Disamping itu akumulasi asam
laktat merangsang reseptor rasa nyeri sehingga dirasakan sebagai keluhan
muskuloskeletal. Dengan demikian kerja otot statis mempercepat timbulnya
kelelahan dan keluhan muskuloskeletal (Guyton & Hall, 2000). Untuk
mengantisipasi masalah ini dalam proses pembelajaran maka stasiun kerja dan
alat kerja harus disesuaikan dengan antropometri siswa/ mahasiswa. Teknik
pembelajaran diupayakan agar aktivitas siswa/ mahasiswa menjadi lebih
dinamis dengan jalan kontraksi otot statis diubah menjadi dinamis
(Sutajaya, 2005).
Aspek lingkungan kerja sangat
menentukan prestasi kerja seseorang. Lingkungan yang tidak kondusif di tempat
kerja, akan memberikan beban tambahan bagi tubuh, padahal tubuh
sedang melaksanakan beban utama yaitu aktivitas yang sedang dilaksanakan.
Demikian juga lingkungan dingin, kelembaban relatif, penipisan kadar oksigen,
adanya zat pencemar dalam udara juga akan mempengaruhi penampilan kerja.
Permasalahan mikroklimat di ruang belajar juga sering diabaikan, sehingga siswa
atau mahasiswa yang belajar di tempat tersebut akan teraniaya oleh mikroklimat
yang tidak adekuat. Konsekuensinya energi yang mereka keluarkan tidak
sepenuhnya untuk kegiatan belajar, akan tetapi akan ada energi yang dikeluarkan
untuk melawan mikroklimat yang tidak adekuat tersebut. Ventilasi silang sangat
diperlukan untuk mengatasi panas di ruang belajar, karena dengan ventilasi silang
dapat meningkatkan sirkulasi udara di dalam ruangan. Masalah intensitas
pencahayaan juga masih kurang. Padahal Grandjean (2000) mempersyaratkan
350 – 700 lux untuk kegiatan membaca dan menulis. Kondisi tersebut diprediksi
dapat menimbulkan kelelahan mata pebelajar. Disamping itu Adiputra (2008)
menyatakan bahwa penerangan di tempat kerja, adanya kebisingan,
lingkungan kimia, biologi dan lingkungan sosial di tempat kerja berpengaruh
terhadap prestasi dan produktivitas kerja. Kaidah-kaidah ergonomi yang
diterapkan untuk mengatasi mikroklimat di ruang belajar harus diterapkan sejak
perencanaan, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk hal itu bisa diminimalkan.
Kondisi waktu perlu
diperhatikan agar pada diri siswa/ mahasiswa tidak terjadi kelelahan yang berlebihan,
dan perlu penyesuaian antara lama pembelajaran dengan jumlah waktu
istirahat. Permasalahan yang dijumpai terkait dengan kondisi waktu adalah
belum diterapkan istirahat aktif, sehingga mahasiswa duduk dalam
jangka waktu lama saat beraktivitas. Padahal Nala (2002) menyarankan agar
pembelajaran dengan pendekatan ergonomi memberlakukan istirahat aktif,
karena istirahat aktif dapat mempercepat pemulihan terhadap kelelahan.
Permasalahan yang berkaitan dengan
kondisi informasi adalah jarang ditemukan adanya papan kerja yang berfungsi
sebagai tempat untuk menempel informasi hasil kerja siswa/ mahasiswa. Demikian
pula informasi yang disampaikan dalam bentuk media pembelajaran oleh pengajar
ke siswa/ mahasiswa belum memenuhi kaidah-kaidah ergonomi, seperti ukuran
huruf dan penempatannya. Penggunaan huruf di papan tulis ukurannya tidak
beraturan dan tidak konsisten atau tidak sesuai dengan rumus huruf yang
ergonomis. Aturan dalam membuat tulisan di plastik
transparansi dengan menerapkan kaidah-kaidah ergonomi tampaknya belum banyak
diketahui dan diterapkan, sehingga terkadang banyak kita jumpai tulisan-tulisan
di plastik transparansi yang mirip tulisan di koran yaitu tulisannya
kecil-kecil, jaraknya rapat dan jumlah baris dalam satu plastik transparansi
sangat banyak. Demikian pula pada pembuatan slide power point,
belum mengikuti kaidah-kaidah ergonomi. Hal ini akan mengakibatkan keengganan
orang untuk membaca informasi yang ada di tulisan tersebut. Untuk itu perlu
dikaji lebih jauh tentang hal itu, sehingga informasi yang ingin disampaikan
melalui tulisan di plastik transparansi tersebut bisa efektif dan efisien yang
tentunya pada akhirnya membuat orang yang menerima informasi tersebut merasa
nyaman saat membacanya. Ukuran tulisan dan jumlah baris tulisan dari atas ke
bawah dengan jarak yang ergonomis tentu akan membuat orang yang membaca tulisan
tersebut akan merasa senang dan ada keinginan untuk membaca. Jika kaidah-kaidah
ergonomi tidak diterapkan dalam membuat tulisan tersebut tentunya akan mengakibatkan
munculnya kelelahan mata dan kebosanan (Pardede, 2008).
Permasalahan yang berkaitan dengan
kondisi sosial budaya adalah hubungan antara sesama siswa/ mahasiswa dan
hubungan antara siswa/ mahasiswa dengan pengajar pada saat
pembelajaran belum harmonis. Hal ini disebabkan karena pembelajaran
didominasi oleh guru/ dosen dengan menggunakan metode ceramah. Dalam
rangka untuk membina dan meningkatkan motivasi kerja siswa/ mahasiswa dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, ternyata kondisi sosial seperti
pemberian penghargaan bagi yang berhasil dan hukuman bagi
yang salah belum dilakukan oleh pengajar, karena orientasinya hanya hasil
pembelajaran. Kondisi sosial seharusnya banyak dimanfaatkan oleh pimpinan
tempat kerja untuk membina dan membangkitkan motivasi kerja, seperti sistem
penghargaan bagi yang berhasil dan hukuman bagi yang salah dan lalai bekerja
(Adiputra, 2008). Kondisi sosial menyangkut hubungan siswa/ mahasiswa dengan
orang lain baik dengan pengajar dan orang tuanya maupun dengan temannya dapat
mempengaruhi konsentrasi dan kegiatan belajarnya.
G. Upaya-upaya yang Efektif dan Efisien
untuk Mengatasi Masalah Pembelajaran yang Tidak Ergonomis
Banyak upaya yang telah dilakukan
dalam perbaikan pembelajaran, termasuk membuat ruang belajar yang nyaman,
namun langkah yang efektif dan efisien belum banyak yang diketahui, sehingga
dalam mengupayakan ruang belajar yang nyaman diperlukan banyak biaya yang dapat
bertindak sebagai penghambat dalam merealisasikan keinginan tersebut. Terkait dengan
hal tersebut, dalam hal ini dikemukakan beberapa alternatif langkah-langkah
yang efektif dan efisien dalam upaya meningkatkan kenyamanan belajar di ruang
belajar yaitu :
1. Kaidah-kaidah ergonomi dalam
pembelajaran khususnya dalam rangka pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran
hendaknya sudah diterapkan sejak perencanaan, sehingga pengeluaran biaya yang
tidak perlu bisa diminimalkan.
2. Diupayakan agar penerapan ergonomi
dilakukan secara preventif (bersifat pencegahan) dan penerapan ergonomi
secara curatif (bersifat pengobatan atau perbaikan) hendaknya dijadikan
sebagai alternatif kedua, seandainya alternatif pertama sama sekali tidak dapat
dilakukan.
3. Penerapan ergonomi akan lebih
berhasil jika melalui pendekatan “SHIP” (Sistemik, Holistik, Interdisipliner
dan Partisipatori )
4. Kaidah-kaidah ergonomi pada awalnya
diterapkan pada bagian yang mudah dikerjakan dan biayanya murah, karena ini
akan merangsang perbaikan-perbaikan berikutnya, seandainya sudah dirasakan
manfaatnya.
5. Penerapan ergonomi dalam mendesain
ruang belajar yang ergonomis hendaknya didasari oleh sikap optimis, bahwa
perbaikan itu memang dapat meningkatkan produktivitas belajar. Dalam hal ini
kemampuan, kemauan dan keberanian untuk berubah sangat dituntut, sehingga sikap
sulit berubah bisa dikikis perlahan-lahan tapi pasti, dengan melihat
keberhasilan yang dapat diwujudkan melalui penerapan kaidah-kaidah ergonomi.
6. Sikap apriori bahwa ergonomi
sifatnya mahal dan sulit diterapkan hendaknya dihilangkan sama sekali, karena
hal ini akan mengakibatkan motivasi, inovasi dan eksplorasi seseorang terkait
dengan upaya meningkatkan kenyamanan ruang belajar melalui penerapan
kaidah-kaidah ergonomi bisa terhambat.
7. Pengajar hendaknya menerapkan proses
pembelajaran inovatif berbasis ergonomi, yaitu teknik pembelajaran
diupayakan agar aktivitas siswa/ mahasiswa menjadi lebih dinamis dengan
jalan kontraksi otot statis diubah menjadi dinamis.
Dengan memperhatikan ketujuh
langkah-langkah di atas, berarti ergonomi dalam penerapannya, hendaknya
didukung oleh semua pihak dan dikaji secara interdisipliner, sehingga diperoleh
hasil yang optimal atau maksimal.
H. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam
Upaya Mengatasi Masalah Ruang Belajar yang Tidak Ergonomis
Setiap upaya pasti ada kendalanya
dan kendala itu hendaknya jangan dihindari tapi harus diatasi atau dihadapi,
betapapun sulit dan rumitnya, karena hal ini akan membawa dampak bagi kesiapan
seseorang dalam mengatasi berbagai macam kendala terkait dengan masalah yang
dihadapi. Kendala-kendala yang mungkin akan dihadapi dalam penerapam
kaidah-kaidah ergonomi dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Para desainer ruangan belum banyak
yang tahu tentang kaidah-kaidah ergonomi, sehingga dalam penerapannya tidak
optimal atau dalam mendesain ruangan lebih ditekankan pada unsur estetis dan
ekonomis.
2. Belum disadarinya tentang dampak
negatif suatu ruang belajar yang tidak nyaman terhadap produktivitas belajar
siswa/ mahasiswa yang belajar di dalamnya.
3. Masih banyak orang yang beranggapan
bahwa ergonomi itu mahal dan sulit diterapkan.
4. Orang baru menyadari bahwa ergonomi
itu penting, ketika mereka sudah terkena akibat yang ditimbulkan oleh kondisi
kerja yang tidak ergonomis, karena pada dasarnya sikap manusia cenderung
reaktif bukan proaktif.
5. Penerapan ergonomi sering gagal,
karena belum semua orang menyadari bahwa ergonomi itu penting dan harus
diterapkan.
6. Akibat yang ditimbulkan oleh kondisi
kerja yang tidak ergonomis tidak seketika terjadi dan lebih sering bersifat
akumulatif, sehingga upaya perbaikan tidak seketika dapat dilihat atau
dinikmati hasilnya.
Dengan mengkaji kendala-kendala
tersebut di atas hendaknya kita tidak menyerah dan menerima apa adanya atau
membiarkan anak didik kita selalu dalam kondisi ruang belajar yang tidak
ergonomis, akan tetapi perlu diupayakan untuk mengatasi kendala-kendala
tersebut dengan satu tekad bahwa ergonomi memang mutlak perlu untuk diterapkan.
Sikap yang demikian tentu akan menggugah keinginan kita untuk segera berpikir
dan bertindak dalam mengatasi ruang belajar yang belum menerapkan kaidah-kaidah
ergonomi. Dalam hal ini perbaikan yang paling sederhana atau paling mudah dan
paling murah biayanya kita gunakan sebagai langkah awal di dalam bertindak dan
setelah dilihat dan dinikmati hasilnya baru dilanjutkan dengan
perbaikan-perbaikan yang lebih kompleks. Misalnya kalau kita sudah tahu bahwa
penempatan papan tulis terlalu tinggi atau terlalu rendah karena penempatannya
tidak mengacu kepada tinggi mata siswa/mahasiswa yang belajar di ruangan
tersebut, dapat kita perbaiki hanya dengan memindahkan paku penggantung papan
tulis tersebut. Kalau mikroklimat di ruang belajar tidak adekuat, karena tidak
ada ventilasi silang sehingga ruangan menjadi panas dan sirkulasi udara tidak
lancar, maka hanya dengan menjebol sesuai keperluan, sehingga memungkinkan terjadinya
ventilasi silang tampaknya merupakan suatu pekerjaan yang tidak terlampau sulit
dan biayanya juga tidak terlampau mahal jika dibandingkan dengan nilai
kesehatan dan kenyamanan siswa/mahasiswa yang belajar di ruangan tersebut.
Dengan melihat kedua contoh
perbaikan yang murah dan mudah dikerjakan tersebut, hendaknya kita semua mulai
berpikir bahwa sebenarnya penerapan ergonomi bukan sesuatu yang mahal dan sulit
dikerjakan. Asal kita mau, mampu dan berani berbuat tampaknya semua itu bukan
suatu yang mustahil untuk dikerjakan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil kajian tersebut di atas
dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Penerapan ergonomi mutlak diperlukan
pada proses pembelajaran, sehingga diperoleh kondisi pembelajaran yang sehat,
aman, nyaman, efisien dan efektif yang pada akhirnya diperoleh produktivitas
belajar yang setinggi-tingginya.
2. Ruang belajar yang ergonomis dapat
menambah kenyamanan belajar, sehingga energi yang dikeluarkan dapat sepenuhnya
dimanfaatkan untuk kegiatan belajar dan bukan untuk mengatasi kondisi ruang
belajar yang tidak ergonomis.
3. Ada beberapa kendala yang tampaknya
agak sulit untuk diatasi di dalam mendesain ruang belajar yang ergonomis,
karena menyangkut masalah dana dan perilaku atau keinginan untuk berubah.
B. Saran
Saran yang nampaknya penting untuk
disampaikan pada kesempatan ini adalah sebagai berikut.
1. Dalam mendesain atau meredesain
ruang belajar, disarankan untuk selalu menerapkan kaidah-kaidah ergonomi.
2. Kaidah-kaidah ergonomi harus
diterapkan sejak dini, sehingga tidak memerlukan biaya yang besar atau tidak
ada biaya yang terbuang percuma.
3. Karena melihat begitu besarnya
manfaat yang diperoleh dari desain ruang belajar yang ergonomis, maka kendala
apapun yang dihadapi dan betapapun sulitnya, hendaknya diatasi secara efektif
dan efisien demi tercapainya produktivitas belajar setinggi-tingginya.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, N.2008. Upaya Kesehatan
Kerja Tenaga Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Puskesmas Propinsi Bali. [cited
2010 November 14] Available from: http://www.balihesg.org – balihesg
Admin. 2009. Konstruktivisme
dalam Pembelajaran Sain dan Matematika [cited 2010 Januari 4] Available
from: http://lpmpjogja.diknas.go.id/index2.php?
option= com_content&do_pdf=1&id=328
Adri, M. 2008. Implementasi Power
Point Dalam Pembelajaran. [cited 2010 Februari 10] Available from: http://openpdf.com/ebook/model-pengajaran-berbasis-ergonomi-pdf.html
Arends, R.I. 2007. Belajar untuk
Mengajar. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Direktorat Pembinaan TK&SD.
2009. Mengenal Metode Pembelajaran Pakem. [cited 2010 Februari 10]
Available from: http://sekolahku.info/artikel/mengenal-metode-pembelajaran-pakem/
Dul, J., Weerdmeester, B.
1993. Ergonomic for Beginners A Quick Reference Guide. London: Taylor
& Francis.
Dzaki, M.
F. 2009. Pendekatan Sains Teknologi Society (STS). [cited 2009 Desember
2 ] Available from: http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/ 2009
/03/pendekatan-sains-teknologi-society-sts.html.
Grandjean, E., Kroemer, K.H.E.
2000. Fitting the Task to the Human. A Textbook of Occupational
Ergonomics. Fifth Edition. Piladelphie: Taylor & Francis.
Guyton,A.C dan J.E. Hall. 2000. Fisiologi
Kedokteran. Irawati Setiawan (ed). Edisi 10. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran. 101-112.
Hartati, T. 2009. Beberapa Kaidah
Dalam Merancang Slide Yang Efektif. [cited 2010 Februari 11] Available
from: http://titahartati.blogspot.com/2009/07/ms-powerpoint-2003.html
Helander, M.G & Lo Shuan. 2005.
Reducing Design Complexxity Will Improve Usability in Product Design. In
Proceeding of Seaes IPS Conference, 23 – 25 May. Bali. Indonesia. p. 6-10.
Madiya, IW., Sanjaya, IP.H., dan
Subudi, IK. 2010. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Dan
Implementasinya Dalam
Pembelajaran Sains. [cited 2011 Januari 16] Available from: file:///C:/Documents%20and%20Settings/pak%20oka/My%20Documents/
model-pembelajaran-sains-teknologi.html
Manuaba, A. 1992. Pencahayaan
(lighting). Denpasar: Lab. Faal FK UNUD.
Manuaba, A. 1998. Penerapan Ergonomi
Kesehatan Kerja di Rumah Tangga (Bunga Rampai Vol. II) Denpasar: Program Studi
Ergonomi-Fisiologi Kerja Universitas Udayana
Manuaba, A. 2003 a. Total Ergonomic
Approach to Enhance and Harmonize The Development of Agriculture, Tourism and
Small Scale Industry, with Special Reference to Bali. Dalam: Purwanto, W.,
Sugema, L.l., dan Ushada, M. editors. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi.
Yogyakarta: Perhimpunan Ergonomi Indonesia dan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Gadjah Mada. p.16 – 21.
Manuaba, A. 2003 b. Optimalisasi
Aplikasi Ergonomi dan Fisiologi Olahraga dalam Rangka Peningkatan Produktivitas
Tenaga Kerja dan Prestasi Atlet. Makalah. Disampaikan pada Seminar
Nasional Ergonomi dan Olahraga di Universitas Negeri Semarang, 12 April 2003.
Manuaba,A. 2003c. Holistic disign is
a must to attain sustainable product. The National Seminar on Product Design
and Development Industrial Engineering UK Maranatha. Bandung, 4-5 Juli 2003.
Manuaba, A. 2003d. Optimalisasi
Aplikasi Ergonomi dan Fisiologi Olahraga dalam Rangka Peningkatan Produktivitas
Tenaga Kerja dan Prestasi Atlet. Makalah. Disampaikan pada Seminar
Nasional Ergonomi dan Olahraga di Universitas Negeri Semarang, 12 April 2003.
Manuaba, A. 2004 a. Membangun Desa
Tanaman Hias Petiga melalui Tiga Sektor Potensial Ekonomi Bali Secara Harmoni
dalam Rangka Pembangunan Bali Berlanjut. Makalah. Denpasar: Bali-HESG,
Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.
Manuaba, A. 2004 b. Kontribusi
Ergonomi dalam Pembangunan, dengan Acuan Khusus Bali. Dalam: Purwanto, W.,
Mulyati, G.T., dan Saroyo, P. Yogyakarta: Perhimpunan Ergonomi Indonesia dan
Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Gadjah Mada. p 160 – 165.
Nala, N. 1994. Penerapan
Teknologi Tepat Guna di Pedesaan. Denpasar: Lembaga Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Udayana.
Nala, N.2002.Prinsip Pelatihan
Fisik Olahraga. Denpasar: Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Bali.
hal. 57.
Nurohman, S. 2008. Penerapan
Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran IPA
Sebagai Upaya Peningkatan Life Skills Peserta Didik. [cited 2009 Desember
2] Available from: http://shobruwordpress. compublikasi/
sains-teknologi-masyarakaT/.
Woodson, W.E, Tillman, B. &
Tillman, P. 1992. Human Factors Design Handbook. New York : McGraw Hill.
Seep Makalahny....:)
BalasHapus